Bertempat
di Auditorium Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY), Sabtu 13 April 2019,
diselenggarakan Seminar Internasional tentang Low Carbon Eco District sebagai kepedulian terhadap lingkungan
untuk memerangi pemanasan global. Dalam penuturannya, Dekan FT, Ir. Erlina, MT,
menyampaikan bahwa UCY sebagai perguruan tinggi perlu membekali wawasan mahasiswa dan
masyarakat pentingnya penataan lingkungan yang baik seperti Low Carbon, Eco
green, Eco Building, Eco Energy dan Eco lainnya yang akan bermanfaat bagi generasi
penerus.
Sebagai
Keynote Speaker, Mr. Matthieu Caille,
M.Sc. dari Green Building Low Carbon Eco
District- French Agency Environment And Energy Management (ADEME Perancis) memaparkan bahwa Indonesia adalah negara terpadat ke-4 di
dunia dan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar. Untuk
memerangi perubahan iklim dan berkontribusi pada upaya seluruh dunia yang
diprakarsai dengan penandatanganan Perjanjian Paris, Indonesia telah menetapkan
berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK-nya. hingga 29% pada tahun 2030.
Kota-kota di Indonesia
memiliki dampak penting dan negatif terhadap total emisi GRK di Indonesia, dan
tampak jelas bahwa mencari solusi untuk mengurangi emisi GRK di Indonesia
dimulai dengan mengurangi emisi GRK di kota-kota di
Indonesia. Untuk menghindari permasalahan itu dibutuhkan penyadaran bersama
semua elemen baik pemerintah, masyarakat, pelaku industri dan kampus seperti
UCY untuk mulai dari hal yang paling sederhana, seperti mengubah kebiasaan
selalu menggunakan kendaraan bermotor, mengurangi sampah, menanam pohon, merancang
perumahan secara vertikal dengan
efisien energi listrik, memanfaatkan ruang bangunan untuk penghijauan, dan
semua pola eco-green.
Sebagai bagian dari kerja sama dalam urbanisme
berkelanjutan antara Prancis dan Indonesia, Program Low Carbon Eco District (LCED) telah dimulai pada tahun 2017 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan
Indonesia untuk merefleksikan dan menemukan solusi tentang cara mendesain,
merencanakan dan mengimplementasikan solusi rendah karbon pada skala bangunan
perkotaan di Kota Yogyakarta.
Menurut Ir. Nurokhman,
MT sebagai pembicara lain, dipaparkan hasil penelitain terkait Kota Yogyakarta
sebagai wilayah Kawasan Startegis Pariwisata Nasional maka penataan permukiman
kumuh bantaran Sungai Gajahwong masih perlu penyelesaian kompromi ruang
sempadan sungai, pemanfaatan air sungai untuk semua tidak tercemar, dan
penyediaan sarana prasarana permukiman yang partisipatif agar bisa
berkelanjutan dan potensi pendukung destinasi wisata. Permasalahan pembongkaran
beberapa rumah yang tidak tertata untuk mundur minimal 3 meter dari talud
sungai yang kemudian oleh program PTSL menjadi penataan yang
sinergi. Dampak kegiatan tersebut aksesibilitas, penyediaan sarana dasar
warga dan ruang terbuka publik telah
tersedia yang berdampak pada pengembangan perekonomian warga bantaran.
Penyadaran pentingnya sungai sebagai bagian dari kehidupan kita perlu didukung
oleh semua pihak walaupun kadang regulasi yang ada membatasi ruang gerak
program.
Dalam diskusi seminar
ini dihadiri juga dari World Bank (Paulus Bawole) dan Dinas PUPKP Kota
Yogyakarta, Sigit Setiawan. Mereka berpendapat konsep Low Carbon Eco District
perlu dikemas agar dapat diimplementasi hingga tingkat basis atau warga bawah
dan kompromi garis sempadan sebagaimana yang diatur dalam KemenPUPR Nomor 28
tahun 2015 telah dilakukan focus group discussion oleh beberapa OPD terkait
mengingat keberadaan rumah warga lebih dulu daraipada aturannya dimana garis
sempadan sungai dipertimbangkan terhadap kajian teknis, kearifan lokal, dan
kondisi eksisting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar